Asrama Tiga Tingkat Yang Baru Selesai Dibangun

Asrama yang nyaman sebagai pendukung kenyamanan mahasiswa dalam belajar dan memenuhi kebutuhan mereka dalam istirahat untuk kembali beraktifitas belajar mengajar.

Kompetensi Lulusan Yang Luar Biasa

Misi kami adalah : Membangun karakter yang bersumber pada prinsip-prinsip tauhid dan aqidah islamiyah menurut Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Perpustakaan Dengan Literatur Bahasa Arab Yang Lengkap

Seluruh buku rujukan yang ada berliteratur arab, sehingga sumber ilmu yang diambil pun langsung dari para ulama ahlussunnah wal jama'ah di berbagai bidang ilmu yang didalami.

Mengapa Anda Memilih Ma'had Aly As-Sunnah ?

Lulusan Ma'had 'Aly As-Sunnah memiliki kompetensi yang profesional dalam bidang Dakwah Islamiyah secara langsung turun ke lapangan sebagai penerus estafet perjuangan Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam.

Kurikulum Pembelajaran Yang Sangat Bermanfaat Dan Dibutuhkan Masyarakat Modern

Kurikulum yang diajarkan mengacu kepada kompetensi yang diinginkan, jadi mahasiswa senantiasa fokus terhadap tujuan yang ingin dicapai dalam mendalami mata kuliahnya.

Sponsors

Showing posts with label Artikel. Show all posts
Showing posts with label Artikel. Show all posts

Anak dan Zaman

“Wah sudah besar, ya anakmu?” apa yang kita rasakan ketika mendengar sapaan itu. Bangga? Rata-rata demikian. Setiap orang tua akan bangga ketika disapa demikian. Anakku sudah besar, pikir kita.

Tapi pernahkah kita tersentak mendengar sapaan itu, ?anakku sudah besar?’ Ya anakmu sudah besar. Sudah bertambah usianya. Dan apa saja yang telah engkau berikan kepada anakmu sepanjang usianya? Tahukah kau peristiwa apa saja yang telah terjadi sepanjang usianya? Ketika ia tertawa bahagia, mendapatkan momen yang membungakan perasaannya, hadirkah engkau di sana, turut tertawa bahagia bersamanya? Dan ketika ia meneteskan air mata duka karena kecewa dan hatinya luka, apakah engkau ada di sisinya? Engkau jadikan dadamu sebagai tumpahan air matanya? Dan engkau usap rambutnya yang halus agar ia tahu bahwa ia tak menangis sendirian, bahwa engkau ada bersamanya? Berempati merasakan duka dengannya. Seberapa sering itu kau lakukan?

Tahukah engkau dengan siapa saja ia bermain? Apa yang ia mainkan? Ataukah kau hanya berkutat dengan duniamu sendiri dan merasa anakmu akan baik-baik saja?

Dan tahu-tahu, anakmu sudah bertambah besar, bertambah usianya, dan kau tak akan bisa lagi mendampinginya.

Anak kita adalah anak zaman. Ia tumbuh seiring pertumbuhan zaman, dan usianya mengikuti zaman. Tapi kita, orang tua, semestinya menjadi guide baginya mengikuti zaman. Kita harus bisa menjadi rembulan yang bersinar terang bagi anak-anak kita di zaman yang serba gulita. Ketika anak-anak kita menatap ke angkasa mereka merasa akan baik-baik saja, karena ayah bundanya selalu bersama mereka. Kalaupun tak bisa senantiasa bersama, tapi cahayanya, ajarannya, ada dekat dengan mereka.

Tapi sadarkah bahwa orang tua sering ?merampas’ kebersamaan itu? Kesibukan kita mencari nafkah, aktualisasi diri kita, jadi alasan untuk membuang kesempatan emas kita untuk bersama mereka. Lalu kita percayakan anak-anak kita pada orang lain, pengasuh, playgroup, sekolah-sekolah unggulan, dan teman-teman mereka. Maaf, ini bukan saja pemikiran para eksekutif dan kaum karir, tapi tak sedikit pasangan suami-istri pegiat dakwah yang berpikiran demikian.

Sebagian orang tua malah percaya bahwa jika orang tua terus mendampingi anak maka akan melemahkan mental anak. Lebih baik jika diasuh oleh orang lain dan dibiarkan main sesuka mereka.

Masya Allah, lupakah mereka dengan pesan Nabi saw. “Al waladu lil firasy - anak adalah milik orang tua.” Dan bukankah orang tua yang menentukan keyahudian, kenasranian dan kemajusian anak-anak mereka?
Dan, tahu-tahu anakmu sudah besar. Kau sudah tak bisa lagi mendampingi mereka, mereka pun berpaling darimu. Apakah kau akan bangga atau malu? . . .

Wasiat Qasim bin ‘Ashim buat putranya

Sudah menjadi suatu kebiasaan pada zaman sekarang adalah ketika kita meninggalkan anak-anak kita (yang sudah memilikinya tentunya) atau saudara yang kita sangat menyayanginya, yang pertama kali kita takuti adalah kelaparan mereka, "bagaimana nanti kalau anak-anaknya tidak punya duit, tidak punya rumah, tidak punya ini dan tidak punya itu, sedangkan masalah agamanya tidak dipikirkan atau dipikirkan kemudian atau nomer ke sekian, Ironinya lagi, hal tersebut terjadi di kalangan kaum muslimin itu sendiri, Marilah kita Menyimak pesan seorang Ulama besar kita, Qasim Ibn "Asim r.a. terhadap putranya sendiri.
Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Bertakwalah kalian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan jadikanlah orang tertua di antara kalian sebagai pemimpin. Sungguh apabila suatu kaum mengangkat orang tertua mereka sebagai pemimpin niscaya pemimpin tersebut akan menggantikan peran orang tua mereka dalam memberikan/melakukan yang terbaik bagi mereka. Jikalau orang termudanya yang dijadikan sebagai pemimpin yang ditaati tentu akan menyebabkan berkurangnya penghormatan terhadap orang-orang tuanya, berakibat pada pembodohan mereka, peremehan, serta sikap tidak merasa butuh terhadap orang-orang tua tersebut.Hendaklah kalian memiliki harta dan mengembangkannya melalui pekerjaan/usaha yang baik, karena hal itu akan menjadikan kalian memiliki kemuliaan serta kedudukan yang tinggi serta mencukupkan kalian dari meminta-minta. Hati-hatilah kalian, jangan sampai mengemis-ngemis kepada manusia, karena hal itu merupakan batasan terakhir dari usaha seseorang. Jika aku mati, janganlah kalian melakukan niyahah (meratap), sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah diniyahahi. Jika aku mati, kuburkanlah di tanah yang tidak diketahui oleh Bani Bakr bin Wail, karena di masa jahiliah dulu, aku pernah menyerang mereka secara tiba-tiba pada saat mereka lengah.”

(Syarah Shahih Al-Adabul Mufrad hal. 475)

Sumber bacaan : Majalah AsySyariah

Jilbab tidak hanya sebatas simbol

Siapa sih yang nggak tahu jilbab itu apa? Yupz…jilbab adalah baju takwa seorang muslimah. Meski banyak salah kaprah dalam memahami definisi jilbab tapi kita semua sepakat bahwa aurat muslimah itu semua bagian tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan. Dan itu, kudu ditutup biar yang tidak berkepentingan nggak bisa lihat.Seiring dengan gencarnya dakwah Islam di tengah masyarakat, Alhamdulillah banyak muslimah yang sadar untuk menutup aurat. Di satu pihak, hal ini kudu kita syukuri. Tapi di pihak lain, ternyata jilbab marak itu hanya sekedar trend. Parahnya, ada juga pihak yang menjadikan jilbab ini hanya sebatas simbol berupa secarik kain penutup kepala. Bahkan akhir-akhir ini banyak pro dan kontra tentang jilbab yang katanya sebagai komoditi politik golongan tertentu.
Hmm…ternyata jilbab membawa bahasan yang tak kalah serunya untuk diobrolin. Biar anti manyun, ikuti terus yuk topik tentang jilbab ini di buletin gaulislam kita.

Jagalah Lisanmu !

Nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terlimpah kepada kita tiada terbilang hingga kita tidak mampu menghitungnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوهَا

“Dan jika kalian ingin menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya.” (Ibrahim: 34)
Dia Yang Maha Suci juga berfirman:

وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً

“Dan Dia telah mencurahkan nikmat-Nya yang lahir dan yang batin kepada kalian.” (Luqman: 20) Di antara sekian banyak nikmat-Nya adalah lisan atau lidah yang dengannya seorang hamba dapat mengungkapkan keinginan jiwanya.
أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ. وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ

“Bukankah Kami telah menjadikan untuknya dua mata, lisan, dan dua bibir?” (Al-Balad: 8-9)
Dengan lisan ini, seorang hamba dapat terangkat derajatnya dengan beroleh kebaikan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebaliknya, ia juga dapat tersungkur ke jurang jahannam dengan sebab lisannya. Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَرْفَعُهُ اللهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu kata yang Allah ridhai dalam keadaan tidak terpikirkan oleh benaknya, tidak terbayang akibatnya, dan tidak menyangka kata tersebut berakibat sesuatu, ternyata dengan kata tersebut Allah mengangkatnya beberapa derajat. Dan sungguh seorang hamba mengucapkan suatu kata yang Allah murkai dalam keadaan tidak terpikirkan oleh benaknya, tidak terbayang akibatnya, dan tidak menyangka kata tersebut berakibat sesuatu ternyata karenanya Allah melemparkannya ke dalam neraka Jahannam.” (HR. Al-Bukhari no. 6478)
Dalam hadits yang lain disebutkan:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيْهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu kata yang ia tidak memerhatikannya, tidak memikirkan kejelekannya dan tidak khawatir akan akibat/dampaknya, ternyata karenanya ia dilemparkan ke dalam neraka lebih jauh dari apa-apa yang ada di antara masyriq/timur.” (HR. Al-Bukhari no. 6477 dan Muslim no. 7406, 7407)
Dalam riwayat Muslim:

أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

“…lebih jauh daripada antara timur dan barat.”
Yang disesalkan dari keberadaan kita, kaum hawa, sering menyalahgunakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berupa lisan ini. Lisan dilepaskan begitu saja tanpa penjagaan sehingga keluar darinya kalimat-kalimat yang membinasakan pengucapnya. Ghibah, namimah, dusta, mengumpat, mencela dan teman-temannya, biasa terucap.
Terasa ringan tanpa beban, seakan tiada balasan yang akan diperoleh. Membicarakan cacat/cela seseorang, menjatuhkan kehormatan seorang muslim, seakan jadi santapan lezat bagi yang namanya lisan. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan dalam sabdanya:

الْـمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْـمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6484 dan Muslim no. 161)

Bertawakkallah

Sesungguhnya kehidupan manusia di dunia ini akan dipenuhi oleh berbagai cobaan dan rintangan. Maka tak ada tempat berlindung kecuali hanya kepada Allah semata. Setiap urusan dan perkara bergantung kepada kehendak dan kekuaasan-Nya. Tak ada yang bisa memberi kemaslahatan dan menghindarkan dari bahaya kecuali hanya Dzat-Nya dan tak ada sekutu bagi-Nya.
Oleh karena itu, bertawakal kepada Allah merupakan senjata ampuh bagi kaum mukminin dalam menghadapi berbagai tantangan hidup yang waktu demi waktu semakin tajam. Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an:
وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“ dan hanya kepada Allah, kaum mukminin bertawakal.” (Ali Imran: 122)
Ayat ini menunjukkan bahwa bagi kaum mukminin, tak ada yang bisa memberikan rasa aman, kemaslahatan, dan perlindungan dari berbagai marabahaya, kecuali hanya Allah semata. Allah ta’ala berfirman:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
“Kemudian jika kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.” (Ali Imran: 159)Sesungguhnya setiap urusan yang akan diperbuat oleh setiap hamba sangat membutuhkan kepada pertolongan dan kemudahan dari Allah Ta’ala. Yang bisa mewujudkannya hanya Allah saja dan tidak yang selainnya. Maka bagi kaum mukminin, Allah Ta’ala merupakan tempat menggantungkan diri dalam menghadapi segala urusan yang mereka lakukan di dunia ini. Sehingga keinginan, harapan, dan tujuan mereka tercapai dan terpenuhi dengan seizin Allah.
Sebagai bentuk tawakal kepada Allah, hendaknya setiap perkara baik yang akan dilakukan oleh seorang mukmin, diawali dengan ucapan ’bismillah’ untuk memohon pertolangan dan kemudahan dari Allah. Inilah madzhab ahlus sunnah dalam memaknai ucapan ’bismillah’ dari seorang hamba yang tunduk kepada Dzat yang Maha kuasa.

Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Ath-Thalaq: 3)

Maka seluruh perkara berada di tangan Allah yang memiliki seluruh alam ini. Allah ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi, kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan seluruhnya, maka sembahlah dia, dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Robmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (Hud: 123)


Wahai para hamba Allah, sidang jum’at yang dimuliakan oleh Allah …

Dalam sebuah hadits, dari sahabat Abu huroiroh radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيّ خَيْرٌ وَأَحَبّ إِلَىَ اللّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضّعِيفِ. وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ.
“Seorang mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah daripada seorang mukmin yang lemah, dan pada masing-masingnya ada kebaikan.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa kekuatan seorang hamba adalah pada keimanannya. Oleh sebab itu, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengkaitkan keimanan dengan kekuatan seorang hamba. Maka jika keimanan seorang hamba bertambah kuat, niscaya dirinya akan semakin dicintai oleh Allah daripada seorang hamba yang lemah keimanannya.

Lalu darimanakah bermula kekuatan iman bagi seorang hamba? Kekuatan iman yang sangat besar akan lahir dari bertawakal kepada Allah. Sebagaimana yang diucapkan oleh sebagian salaf: “Barangsiapa yang ingin menjadi seorang hamba yang kuat (keimanannya), maka hendaklah dia bertawakal kepada Allah”. Ucapan ini mensiratkan bahwa tawakal kepada Allah mendatangkan kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat. Itulah sebabnya, keimanan seorang hamba akan menjadi kuat dengan bertawakal kepada Allah subhanahu wa Ta’ala.
Tawakal di dalam Islam memiliki kedudukan yang cukup tinggi. Ibnu Qayyim rohimahulah berkata dalam kitabnya ”Madarijus Salikin”: “Bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan setengah dari agama”. Ini menunjukkan bahwa bertawakal kepada Allah memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam Islam.

Apakah yang dimaksud dengan bertawakal kepada Allah? Bertawakal kepada Allah yaitu seorang hamba benar-benar menyandarkan dan mempasrahkan dirinya kepada Allah di dalam menggapai berbagai kemaslahatan atau menolak berbagai marabahaya, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Maka inilah yang disebut dengan bertawakal kepada Allah. Dengan bertawakal kepada Allah, seorang hamba akan memiliki kekuatan iman dalam meraih seluruh yang dinginkannya dari segala kebaikan dunia maupun akherat.
Allah ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Dan bertakwalah kalian kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal.” (Al-Maidah: 11)
Bagi seorang yang tidak bertawakal kepada Allah, maka cobaan yang kecil sekalipun akan mampu menggoncangkan keimanannya. Perkara yang sedikit sekalipun akan bisa memalingkannya dari menghadap Allah ta’ala. Semua itu karena dia telah kehilangan tawakal kepada Allah secara keseluruhan atau sebagiannya.
Pernyataan Allah pada ayat diatas: “Dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal”, ini menunjukkan bahwa seorang yang lemah keimanannya akan berkurang tawakalnya dan seorang yang lemah tawakalnya akan berkurang keimanannya. Maka tidak ada keimanan bagi seorang yang sama sekali tidak bertawakal kepada Allah.
Wallahua’lam bi shawab.

Oleh Abu Muhammad Abdul Mu’thi Al Maidani


Ringtone dengan Ayat Al Quran, Bolehkah?

Semakin maraknya penggunaan telepon selular (Handphone) dikalangan manusia, menyebabkan terjadinya banyak penyalahgunaan yang menyelisihi syariat pada saat menggunakannya. Diantaranya adalah menggunakan ringtone (nada sambung) dengan lantunan musik, lagu, dan yang semisalnya. Sebailknya, sebagian kaum muslimin ada yang enggan menggunakan ringtone dari musik, namun terjatuh dalam kesalahan lain, yaitu menggunakan bacaan ayat-ayat al-qur'an, azan, dan yang semisalnya sebagai ringtone, yang ini juga merupakan bentuk merendahkan ayat-ayat Allah Azza Wajalla tersebut. Walhamdulillah maih banyak ringtone lainnya yang lebih selamat, seperti suara burung, suara dering telepon biasa, atau yang semisalnya yang lebih selamat dan tidak terjatuh dalam perbuatan yang diharamkan. Berikut kami nukilkan fatwa Ulama dalam masalah ini.

FATWA SYAIKH IBRAHIM AR-RUHAILI HAFIZHAHULLAH TA'ALA

Berkata Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah Ta'ala:

Termasuk yang dikhawatirkan menjadikan agama sebagai permainan dan perbuatan sia-sia,apa yang muncul belakangan ini dan menyebar–sangat disayangkan sekali-diantara banyak dari orang-orang yang mulia dan memiliki keutamaan, bahkan kami katakan: tidak terlepas pula sebagian penuntut ilmu, yang menjadikan al-qur'an di telepo-telepon selular mereka sebagai tanda masuknya deringan telepon (ringtone) yaitu potongan (ringtone) untuk menunggu panggilan tatkala ada yang menghubunginya. Sehingga tatkala tersambung, ayat-ayat dari kitabullah inipun muncul. Tatkala dia ingin menjawabnya, ayat-ayat tersebut terputus ,sehingga seakan-akan kitab Allah dijadikan sebagai hiburan semata, dan sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam diejek dan dihinakan. Kami tidak berprasangka bahwa orang yang menjadikan hal ini dari mereka yang memiliki kebaikan bahwa dia ingin mengejek. Namun kami katakan: Sesungguhnya kedudukan kitab Allah sepantasnya dibersihkan dari hal-hal seperti ini, demikian pula sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sepantasnya dibersihkan, demikian pula do'a-do'a yang diucapkan oleh para imam, tidak boleh digunakan untuk alat seperti ini.Jika orang yang menggunakanya itu meyakini bahwa itu agama, maka ini termasuk bid'ah, dan jika dia mengetahui bahwa hal itu tidak termasuk agama, namun dia hanya mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut sebagai pengganti ringtone yang bermusik, maka ini termasuk merendahkan kitab Allah Azza Wajalla. Maka sepantasnya kita bersikap pertengahan antara mereka yang berlebihan dan melampaui batas, dengan orang-orang yang fasik yang menggunakan potongan-potongan ringtone musik, dan mengganggu kaum muslimin hingga di masjid-masjid mereka.Alat (HP) ini merupakan nikmat dari Allah Azza Wajalla, sepantasnya digunakan dengan cara yang benar. Ada banyak ringtone yang tidak ada unsur musiknya yang bisa digunakan sebagai tanda masuknya panggilan. Adapun sikap berlebihan dalam perkara ini, sehingga kalian melihat diantara manusia penuh keanehan dalam hal ini, terkadang muncul suara-suara hewan, terkadang anak-anak menangis atau tertawa, demi Allah ini perkara-perkara yang membuat tertawa, menangis, yang muncul dari orang-orang yang kami menyangka mereka memiliki keutamaan, terlebih lagi orang awam. Agama Allah sepantasnya disucikan,kitab Allah sepantasnya disucikan, sunnah sepantasnya disucikan pula, demikian pula do'a, demikian pula ini yang engkau dengarkan sepantasnya dibersihkan dari menjadikannya sebagai alat untuk datangnya panggilan atau menjawabnya melalui alat (HP) ini.

Berikut ini transkrip ceramah Beliau dalam bahasa Arab:

مما يُخشى أن يكون من اتخاذ الدين لعباً ولهوا، ما وجد في الفترة الأخيرة وانتشر للأسف بين الكثير من الأخيار والأفاضل بل نقول أنه لرُبما لم يسلم بعض طُلاب العلم من اتخاذ القرآن في الجوالات علامة على ورود المُكالمات وهو مَقطع لوقت الإنتظار عندما يتصل مُتصل فينبعث عندما يتصل هذه الآيات من كتاب الله عز وجل، فإذا ما أراد الرد انقطعت الآيات وكأن كتاب الله يُتخذ للتسلية وسنة النبي -صلى الله عليه وسلم- يُهزئ بها ويُسخر بها، ونحن لا نظن بمن يتخذ هذا من أهل الخير أنه يُريد السُخرية، ولكن نقول أن مقام كتاب الله عز وجل يَنبغي أن يُنزه عن هذه الأمور وسُنة النبي -صلى الله عليه وسلم- يَنبغي أن تُنزه و كذلك الأدعية التي يقوم بها الأئمة لايجوز أن تُجعل في هذه الأجهزة، وإذا كان من يتخذ هذا، يتخذه ويعتقد أنه دين فإن هذه من البدع وإذا كان يعلم أنه ليس بـدين وإنما يقول الآيات بدل النغمات الموسيقية فإن هذا من امتهان كتاب الله -عز وجل- فينبغي أن نتوسط بين أهل الغلو وأهل التنطُع وبين أهل الفسوق أيضا الذين اتخذوا المقاطع الموسيقية ويُؤذون بها المُسلمين حتى في مساجدهم، هذا الجهاز نعمة من الله (عز وجل) ينبغي أن يُستخدم الإستخدام الصحيح، هناك أجراس ليس فيها موسيقى تُجعل علامة على ورود المُكالمة وأما المُبالغة في هذا الأمر حتى أصبح الناس، يعني ترى منهم العجب في هذه الأمور أحيانا أصبحت حيوانات أحيانا أطفال يبكون أو يضحكون يعني أُمور والله مُضحكة مُبكية، يعني تصدُر من بعض من يُظن بهم الفضل فضلاً عن غيرهم من العوام، فدين الله ينبغي أن يُنزه كتاب الله يُنزه السُنة ينبغي أن تُنزه الدُعاء هذا الذي تسمعُه ينبغي أن يُنزه أن يكون وسيلة لوُرود المُكالمات أو الرد على هذا الجهاز..، انتهى كلام الشيخ -حفظه الله تعالى- .



FATWA SYAIKH SALEH AL-FAUZAN HAFIZHAHULLAH

Beliau ditanya : apa pendapatmu tentang orang yang menjadikan handphone-nya sebagai pengganti musik dengan adzan atau bacaa al-qur'an al-karim ?

Beliau menjawab :

"ini termasuk merendahkan azan, zikir, dan al-qur'an al-karim,maka tidak boleh dijadikan sebagai alarm (ringtone). Al-qur'an tidak boleh digunakan sebagai alarm, lalu dikatakan: ini lebih baik dari musik. Apakah anda diharuskan melakukannya? Tinggalkan musik, gunakan alarm yang tidak ada musik padanya dan tidak pula al-qur'an, sekedar pemberi peringatan.Iya"

Berikut tarnskrip dalam bahasa Arab :

يقول السائل: ما رأيكم فيمن يضع في الجوال بدلاً من الموسيقى أذان أو قراءة القرآن الكريم؟

أجاب الشيخ: (( هذا امتهان للأذان والذكر وللقرآن الكريم فلا يُتخذ لأجل التنبيه. ما يُتخذ القرآن لأجل التنبيه ويقال هذا خير من الموسيقى، طيب الموسيقى أنت ملزم بها؟! أترك الموسيقى. ضع شيء منبه لا فيه موسيقى ولا فيه قرآن. منبه فقط. نعم.)) انتهى كلام الشيخ حفظه الله.

Diterjemahkan oleh Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal dari http://sahab.net/forums/showthread.php?t=362872


Sumber: http://www.salafybpp.com/

Sekilas tentang Jin

Al-jinnu berasal dari kata janna syai`un yajunnuhu yang bermakna satarahu (menutupi sesuatu). Maka segala sesuatu yang tertutup berarti tersembunyi. Jadi, jin itu disebut dengan jin karena keadaannya yang tersembunyi.
Jin memiliki roh dan jasad. Dalam hal ini, Syaikhuna Muqbil bin Hadi rahimahullahu mengatakan: “Jin memiliki roh dan jasad. Hanya saja mereka dapat berubah-ubah bentuk dan menyerupai sosok tertentu, serta mereka bisa masuk dari tempat manapun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar menutup pintu-pintu sembari beliau mengatakan: ‘Sesungguhnya setan tidak dapat membuka yang tertutup’. Beliau memerintahkan agar kita menutup bejana-bejana dan menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala atasnya. Demikian pula bila seseorang masuk ke rumahnya kemudian membaca bismillah, maka setan mengatakan: ‘Tidak ada kesempatan menginap’. Jika seseorang makan dan mengucapkan bismillah, maka setan berkata: ‘Tidak ada kesempatan menginap dan bersantap malam’.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Jin bisa berwujud seperti manusia dan binatang. Dapat berupa ular dan kalajengking, juga dalam wujud unta, sapi, kambing, kuda, bighal, keledai dan juga burung. Serta bisa berujud Bani Adam seperti waktu setan mendatangi kaum musyrikin dalam bentuk Suraqah bin Malik kala mereka hendak pergi menuju Badr. Mereka dapat berubah-ubah dalam bentuk yang banyak, seperti anjing hitam atau juga kucing hitam. Karena warna hitam itu lebih signifikan bagi kekuatan setan dan mempunyai kekuatan panas. (Idhahu Ad-Dilalah, hal. 19 dan 23)


Haramkah Rokok ?

Pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memang rokok itu belum ada, namun sesungguhnya Islam datang dengan pokok yang umum, mengharamkan segala sesuatu yang membahayakan tubuh, mengganggu orang di dekatnya, atau menyia-nyiakan harta. Inilah dalil-dalil yang menunjukkan hukum rokok.

1. Allah ta’ala berfirman,

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (Al-A’raf: 157).
Dan rokok merupakan perkara buruk yang memudharatkan dan baunya pun busuk.

2. Allah ta’ala berfirman,

وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195).

Rokok akan menyebabkan penyakit yang mematikan seperti TBC, kanker dan lain-lain.

3. Allah ta’ala berfirman,

وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ

Janganlah kalian membunuh jiwa-jiwa kalian. (An-Nisa: 29).
Rokok itu membunuh secara perlahan-lahan.
4. Allah berfirman tentang mudharatnya khamr,

وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا

Tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. (Al-Baqarah: 219).
Bahaya rokok itu lebih besar dari manfaatnya, bahkan rokok itu seluruhnya membahayakan (tidak ada manfaatnya sama sekali –pent.).

5. Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan (Al-Isra’: 27).

Rokok itu bentuk pemborosan dan berlebih-lebihan, termasuk perbuatannya syaithan.

6. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

“Tidaklah membahayakan dan tidaklah dibahayakan” (Shahih, riwayat Ahmad).
Rokok itu membahayakan orang yang menghisapnya, dan mengganggu orang yang di dekatnya serta menyia-nyiakan hartanya.


7. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَكَرِهَ (اللهُ) لَكُمْ إِضَاعَةَ الْمَالِ
“Allah membenci penyia-nyiaan harta bagi kalian” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dan rokok merupakan penyia-nyiaan harta. Penghisapnya dibenci oleh Allah ta’ala. (*)

Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu(Dinukil untuk Blog www.ulamasunnah.wordpress.com dari buku “Bagaimana Mendidik Putra Putri Anda” karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, penerbit Al Ilmu Jogjakarta. Silakan dicopy dengan mencantumkan URL Sumber: www.ulamasunnah.wordpress.com)

Jalan Keluar Masih Banyak . . .


Ketika permasalahan hidup membelit dan kebingungan serta kegalauan mendera rasa hati. Ketika gelisah jiwa menghempas-hempas. Ketika semua pintu solusi terlihat buntu. Dan kepala serasa hendak meledak: tak mengerti apalagi yang mesti dilakukan. Tak tahu lagi jalan mana yang harus ditempuh. Hingga dunia terasa begitu sempit dan menyesakkan.
Ketika kepedihan merujit-rujit hati. Ketika kabut kesedihan meruyak, menelusup ke dalam sanubari. Atas musibah-musibah yang beruntun mendera diri. Apalagi yang dapat dilakukan untuk meringankan beban perasaan? Apalagi yang dapat dikerjakan untuk melepas kekecewaan?

Ketika kesalahan tak sengaja dilakukan. Ketika beban dosa terasa menghimpit badan. Ketika rasa bersalah mengalir ke seluruh pembuluh darah. Ketika penyesalan menenggelamkan diri dalam air mata kesedihan. Apa yang dapat dilakukan untuk meringankan beban jiwa ini?

Allah berfirman, "Barangsiapa bertakwa kepada-Nya, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar."

Rasulullah bersabda, "Ikutilah kesalahan dengan amal baik, niscaya ia akan menghapus dosa-dosamu."

Ibnul Jauzi pernah berkata, "aku pernah dihimpit permasalahan yang membuatku gelisah dan galau berlarut-larut. Kupikirkan dan kucari solusi dengan segala cara dan usaha. Tapi aku tidak menemukan satu jalan pun untuk keluar darinya, hingga kutemukan ayat itu. Maka kusadari, bahwa jalan satu-satunya keluar dari segala kegalauan adalah ketakwaan. Dan ketika jalan ketakwaan itu kutempuh, tiba-tiba Allah sudah lebih dulu menurunkan penyelesaian. Maha suci Allah".

Sungguh kita semua pasti pernah merasakan kebuntuan hati. Seolah semua jalan keluar sudah tertutup rapat. Maka saat itulah kita baru menyadari betapa lemahnya kita dan betapa besarnya kekuasaan Allah SWT.


Menyadari kelemahan bukan berarti pasrah sebelum ikhtiar. Bukan pula pembenaran atas segala kesalahan dan kecerobohan. Namun sebagai bentuk bersandarnya hati pada Dzat yang Maha Besar yaitu Allah SWT, manakala semua langkah ikhtiar untuk keluar dari permasalahan sudah dicoba.

Saudaraku.... Tapakilah jalan takwa, niscaya akan datang pertolongan Allah. Dan segala kegelisahan pun akan segera sirna. Wallahu a'lam.

Cinta juga Memiliki Energi

“Orang yang tidak memiliki apa-apa, tidak akan dapat memberi apa-apa.”

Pertama kali mendengar ungkapan di atas, yang terlintas di otak saya adalah bahwa ungkapan ini mencerminkan satu kesombongan seorang kaya. Mencoba merenung lebih jauh, ternyata saya telah terjebak dalam sebuah kedangkalan pemikiran. Memberi, terkadang memang menimbulkan konotasi yang berkaitan dengan materi. Padahal, tidak selamanya aktivitas memberi itu harus diidentikkan dengan harta benda. Semua hal yang membutuhkan interaksi antara 2 pihak atau lebih, selalu akan bersinggungan dengan kata ‘memberi’ dan ‘menerima’. Pertolongan, informasi, nasehat, perhatian, cinta adalah beberapa hal yang bisa kita ‘beri’ dan kita ‘terima’, tanpa harus berwujud suatu materi. Tetapi ada satu kesamaan di antara semua pemberian itu. Ketika kita ingin memberi, kita harus terlebih dahulu memiliki apa yang ingin kita berikan itu.




Kali ini, lagi-lagi, kita bicara tentang CINTA. Tema universal ini memang tidak akan pernah bosan dan usang untuk dibahas. Tapi di sini saya tidak ingin membicarakan tentang keromantisan cinta seorang laki-laki dan perempuan. Saya teringat lirik sebuah lagu ketika saya sekolah dulu:

Don't search in the stars for signs of love, just look around your live you'll find enough. (Se A Vida E – Pet Shop Boys)

Ya. Lihatlah ke sekitar kita. Sangat banyak cinta yang telah kita peroleh. Cinta dari kedua orang tua kita, kakak dan adik kita, sahabat-sahabat, guru, tetangga, bahkan dari orang-orang yang tidak pernah kita duga sebelumnya, mereka senantiasa memberikan cintanya kepada kita. Sebagian mungkin tidak tercetus secara lisan, tapi getaran itu tetap tertangkap melalui tindakan mereka, dan mewarnai hari-hari kita. Bahkan dari makhluk selain manusia pun, kita senantiasa mendapatkan cinta itu.

Ingatkah bahwa matahari hari ini masih bersinar untuk membantu proses fotosintesis tumbuhan, yang kemudian menghasilkan O2 untuk kita hirup? Ingat juga ketika semalam kita memandangi bulan yang menebarkan cahaya dengan cantiknya untuk menemani kegelapan sang malam? Bahwa angin laut dan gelombang telah dan akan senantiasa membantu manusia dalam menepikan ikan untuk ditangkap? Atau perasaan senang kita saat tergelak memperhatikan seekor kucing yang terbelit benang rajutan? Atau kedamaian yang kita rasakan saat melihat sepasang angsa berenang dengan anggunnya di tengah danau? Subhanallah....


"Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. Al-Jaatsiyah: 13)

Begitu banyak energi cinta yang telah ditransfer ke dalam kehidupan kita, bukankah akan sangat adil jika kita ingin membalas semua cinta itu dengan energi yang sama, atau bahkan lebih besar? Seorang sahabat pernah menyebutkan,

“Jangan pernah lupa bahwa di alam ini berlaku hukum kekekalan energi. Setiap energi yang kita keluarkan untuk sekitar kita, ia tidak akan pernah hilang menguap begitu saja. Energi itu pasti akan kembali kepada kita, terkadang setelah bertransformasi ke dalam bentuk yang lain.”

Saya termenung mendengar pernyataan itu. Bukan, bukan suatu pamrih yang terbaca darinya, tapi tersirat sebuah ketulusan yang luar biasa. Cukuplah kita mengharapkan ‘pengembalian’ energi itu dalam bentuk pahala dan catatan amal kebaikan di sisi Allah SWT.

“Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.” (QS. Mukmin: 17)

Sampai titik ini, semoga secara diam-diam telah terbersit di hati kita sebuah keinginan untuk membagi energi cinta itu, lalu bersama-sama kita bertanya: Bagaimana caranya? Maha Besar Allah yang telah menyiapkan jawaban atas pertanyaan itu:

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang." (QS. Maryam: 96)

Subhanallah... Lihatlah! Ternyata rasa kasih sayang itu akan Allah tanamkan ke dalam hati orang-orang yang beriman dan beramal soleh. Tentu saja rasa kasih sayang yang dimaksud di sini adalah yang sesuai dengan syariat Islam, kasih sayang yang bernilai ibadah, menjadikan orang-orang yang melaksanakannya mendapat naungan Allah pada hari dimana tiada naungan kecuali dari-Nya, kasih sayang yang membawa orang-orang yang melaksanakannya naik ke atas mimbar cahaya dan membuat iri para nabi dan syuhada.

Manusia adalah makhluk sosial. Setiap hari kita dituntut untuk berinteraksi dengan berbagai macam orang. Mulai dari membuka mata, hingga ketika kita akan menutupnya untuk menunaikan hak istirahat tubuh di waktu malam, kita senantiasa akan bertemu dengan berbagai macam orang. Berinteraksi, sesungguhnya adalah salah satu cara kita untuk memberi energi cinta kepada sekitar kita.

Pada alam kita memberi cinta, dengan menjaga keseimbangannya dan tidak membuat kerusakan. Pada hewan dan tumbuhan pun kita memberi cinta, dengan memberikan hak mereka ketika menjadi tanggungan kita, menampakkan akhlak yang terbaik. Dan pada manusia, transfer energi cinta itu dapat kita lakukan dalam berbagai cara, baik langsung maupun tidak.

Izinkan saya menganalogikan hati manusia seperti sebuah kolam penampungan. Di dasar kolam itu, terdapat banyak keran yang dapat dibuka/tutup untuk pengaturan keluarnya isi kolam. Tentu saja, keran itu akan mengalirkan apa yang ditampung dalam kolam hati kita. Dan sebuah keniscayaan akan berlaku, ketika keran tersebut dibuka terus-menerus tanpa ada aliran masuk kembali, kolam itu akan menjadi kering. Maka, berinteraksi adalah aktivitas kita dalam membuka ‘keran’ untuk mencurahkan energi cinta. Dan agar kasih sayang sebenarnya yang teralirkan, ‘kolam’ tersebut haruslah diisi dengan materi yang sama, yaitu cinta dan kasih sayang.

Kembalilah sejenak untuk membaca firman Allah di atas. Untuk menanamkan rasa kasih sayang di hati kita, kuncinya adalah beriman dan beramal soleh. Sahabat... mari me-recharge energi cinta kita hanya dari sumber cinta yang abadi, Dia Yang Memiliki cinta tak terperi, cinta yang sangat sempurna. Mari, kita isi kembali energi cinta di hati kita dengan shalat-shalat khusyu' kita, tilawah-tilawah tartil kita, shaum sunnah kita, sedekah dan infak kita hari ini, doa-doa panjang kita di waktu malam, serta dari semua pos ibadah dan amal soleh yang telah Allah sediakan bagi kita.

Karena, untuk membuka ‘keran’ pencurahan energi cinta dari ‘kolam’ penampungan yang ada pada hati ini, terlalu sombong rasanya jika kita tidak pernah mengisi kolam tersebut dengan energi cinta dari-Nya. Ya, jika kolam itu sudah kering, apa yang bisa kita bagi?

Wallahua'lam

Mencintai Dunia? NO WAY


Hubbud Dunia (Cinta Dunia). Itulah sebuah judul besar penyakit yang menghinggapi banyak umat hari ini. Eksistensi dunia melebihi eksistensi Allah. Celakanya lagi, bahkan banyak manusia yang sudah merusak fitrahnya sebagai makhluk. Dengan menuhankan dunia. Na’udzubillahi mindzaliq. Semoga hal yang demikian ini terhindar dari diri kaum muslimin dan orang-orang yang beriman. Orang-orang yang masih meninggikan asma-Nya, dan memuliakan kekasihnya, Muhammadur rasulullahu salallahu ’alaihi wasallam.


Penyakit cinta dunia dan takut mati memang bukan hari ini saja terjadi. Ini adalah kisah dan perilaku yang berulang-ulang. Tentu ingat bagaimana Fir’aun (Ramses II) yang menganggap dirinya Tuhan. Berkuasa penuh atas diri manusia. Tapi, ketika maut menjemputnya (tatkala ia digulung lautan saat mengejar nabi Musa as), barulah ia bermunajat pada Allah swt. Sayang, semuanya terlambat. Hanya saja, tubuhnya hingga kini tetap dijaga oleh Allah, sebagai pelajaran bagi umat di kemudian hari.

Dasar penyakit, cinta dunia hingga kini masih saja terus berulang. Wujud dan bentuknya beragam. Namun, pada prinsipnya, cinta dunia selalu dipicu oleh materi. Sehingga, banyak manusia hari ini berlomba-lomba mencari rezki tanpa mengenal siang dan malam. Kerja keras siang malam, pergi pagi pulang malam, peras keringat banting tulang demi dunia. Sayang, mereka lupa dengan Maha Pemilik Materi, Allah ’Azza wa Jalla. Tak takutkah mereka dengan azab Allah?

Obatnya segeralah bertobat. Kembalilah mencintai Allah dengan tidak menafikan dunia. Karena sungguh besar manfaatnya untuk jiwa dan raga. Syurga balasannya bagi orang yang mau mencintai Allah. Tapi tidak pula mencintai Allah dengan jalan riya’. Cintailah Allah dengan ikhlas. Zuhud-lah kepada Allah, seperti halnya Muhammad saw yang hingga akhir hayatnya memilih menjadi anak-anak langit, bukan anak-anak dunia.

Abu Bakr ash-Shiddiq ra, (rela) memberikan seluruh harta kekayaannya kepada Nabi Muhammad saw, demi berjuang di jalan Allah swt, demi Islam sebagai totalitas hidup. Seorang pecinta tidak akan menyembunyikan apa pun dari kekasihnya, bahkan ia akan memberikan segala sesuatu padanya. Begitulah pelajaran yang dapat dipetik dari Abu Bakar, orang terpandang di zamannya.

Syarat mencintai Allah memang dengan bala cobaan. Hal itu pulalah yang dilalui oleh nabi-nabi Allah terdahulu hingga Rasulullah saw. Maka, setiap bala cobaan disertai pula dengan kesetiaan. Agar tidak dicap hanya mengaku-ngaku cinta Allah dengan kebohongan, kemunafikan, dan riya’. Jalan (menuju) al-Haqq ’Azza wa Jalla membutuhkan kejujuran (kesungguhan-shidq) dan cahaya makrifat. Di akhir cinta itulah seorang muslim akan meraih kebahagiaan hidup yang diimpikannya. Seperti halnya Muhammad saw berhasil membuat Islam jaya berabad-abad lamanya.

Jikalau kedekatan dengan-Nya sudah benar-benar shahih, maka Dia akan mengucurkan anugerah kemurahan-Nya. Dia akan membuka pintu-pintu bagian-Nya (qadha dan qadar), pintu kelembutan, pintu rahmat, dan jendela anugerah-Nya. Dia genggam dunia untuk umat yang bersyukur, lalu membentangkannya seluas-luasnya. Tentunya semua anugerah ini hanya diberikan-Nya para manusia-manusia pilihan. Karena Dia Maha Mengetahui akan ketaqwaan mereka. Mereka tidak pernah menyibukkan diri dengan sesuatu sampai terlena melupakan-Nya.

Nabi saw termasuk orang yang ditawari dunia, namun tidak sibuk mengurusinya dan lupa melayani-Nya. Beliau tidak menoleh pada bagian-bagian (rezki) dengan segala kesempurnaan zuhud dan penentangan. Beliau pernah ditawari kunci-kunci kekayaan bui, namun justru beliau mengembalikannya sembari berkata, “Tuhan, hidupkanlah aku sebagai orang miskin dan matikan aku sebagai orang miskin, serta kumpulkan aku kelak bersama orang-orang miskin”. Bagi kita kaum muslimin, tentu perjuangan Rasulullah saw ini sangat mulia di sisi-Nya. Perjuangan yang diberikannya, adalah demi umat Islam, sebagai umat terbaik di atas bumi Allah swt.

Zuhud adalah anugerah kesalehan. Seorang Mukmin bebas lepas dari beban ambisi mengumpulkan duniawi, tidak pula rakus dan terburu-buru. Berzuhud atas segala sesuatu dengan segenap hati dan berpaling darinya dengan segenap nurani. Seorang muslim hanya sibuk dengan apa yang diperintahkan kepadanya. Dia tahu pasti bagiannya tidak akan lepas darinya, hingga dia pun tidak perlu mencarinya. Dia biarkan bagian-bagian (duniawi) berlari mengejar di belakangnya, merendah dan memohon-mohon padanya untuk menerimanya.

Dikisahkan kembali oleh ’Abdul Kadir al Jilani tentang Sufyan ash-Shawri, pada awal menuntut ilmu, di perutnya terikat sabuki himyan berisi uang 500 dinar untuk keperluan hidup dan belajar. Dia ketuk-ketuk sabuk itu dengan tangannya seraya berkata, ”Jika tidak ada engkau, pastilah mereka sudah membuang kita”. Setelah diperolehnya ilmu dan makrifat pengetahuan al-Haqq Azza wa Jalla, maka dia sumbangkan sisa uang yang ada padanya untuk kaum fakir dalam waktu satu hari seraya berkata, ”Jikalau langit adalah besi yang tak mencurahkan hujan, bumi berupa batu cadas yang menumbuhkan (tanaman) dan aku pun (harus) berkonsentrasi mencari rezki, maka pastilah aku menjadi kafir”.

Maka setiap orang mukmin bekerja dan berinteraksi dengan sarana sampai iman benar-benar kuat, baru setelah itu berpindah dari sarana (sabab) pada Pemberi sarana (Musabib). Para nabi juga bekerja, bermodal, dan berhubungan dengan sarana duniawi pada awal keadaan mereka, baru pada akhirnya, mereka pasrah diri (tawakal). Mereka mensinergikan kerja dan tawakal sebagai awalan dan akhiran, syariat dan hakikat. Diriwayatkan dari Nabi saw, “Bahwasanya seorang laki-laki datang menghadapnya, lalu berkata, ‘Aku mencintaimu karena Allah ‘Azza wa Jalla’. Beliau pun bersabda padanya, ’Jadikan bala cobaan sebagai jubah, jadikan kefakiran sebagai jubah’”. Sebuah pepatah Arab juga mengatakan: Jangan dekati ular dan macan, sebab mereka bisa membinasakanmu. Jika engkau seorang pawang, bolehlah engkau dekati ular itu, dan jika engkau sudah memilih kekuatan, maka dekatilah macan itu.

Nabi Sulaiman as, misalnya. Setelah Allah melengserkan tahta kerajaannya, kemudian Dia menghukumnya dengan banyak hal, di antaranya mengemis dan meminta-minta. Dulu pada masa pemerintahannya, dia bekerja dan bisa makan dari hasil keringatnya sendiri, namun kemudian al-Haqq ’Azza wa Jalla menyempitkan ruang geraknya, mengusirnya dari kerajaannya dan menyempitkan jalan rezki baginya, hingga terpaksa dia harus meminta-minta. Semua itu dikarenakan istrinya menyembah patung di rumahnya (Sulaiman) selama 40 hari, maka selama 40 hari juga ia terus mendapat siksaan hari demi hari.

Seorang laki-laki pernah bertemu Abu Yazid al-Bisthami, kemudian lama menengok ke kanan dan ke kiri. Abu Yazid pun menegurnya “Ada apa gerangan?” Ia menjawab, ”Aku ingin (mencari) tempat bersih untuk melaksanakan shalat”. Abu Yazid langsung menukas, “Bersihkan hatimu dulu dan barulah shalat sebagaimana kehendakmu”. Memang, riya’ adalah rintangan di tengah jalan kaum (Sufi) yang tidak mau harus mereka seberangi. Riya’, ujub, dan kemunafikan, termasuk anak-anak panah Setan yang dileparkan ke dalam hati.

Jangan terlena dengan hembusan-hembusan (bujuk rayu) Setan, dan jangan kalah oleh panah-panah nafsu. Sebab ia (nafsu) melempari jiwa orang mukmin dengan panah Setan, dan memang Setan tidak dapat menguasai jiwa orang mukmin kecuali dengan sarana nafsu. Setan jin tidak dapat menguasai kecuali lewat media Setan manusia, yaitu nafsu kolega-kolega yang buruk. Memohonlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla’ dan mintalah tolong pada-Nya dalam menghadapi musuh-musuh ini, niscaya Dia akan memberi pertolongan.

Orang yang tertolak (al-mahrum) adalah orang yang menolak al-Haqq ‘Azza wa Jalla dan kehilangan kedekatan bersama-Nya di dunia dan akhirat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam beberapa kitab-Nya, “Hai anak Adam! Jika Aku melewatkanmu, maka akan lepas (dari)mu segala sesuatu”. Bagaimana al-Haqq ‘Azza wa Jalla tidak melewatkan harapan orang mukmin jika mereka berpaling dari-Nya, dan dari kaum Mukmin serta hamba-hamba-Nya yang saleh, bahkan malah menyakiti mereka secara lahir dan batin. Nabi saw bersabda, “Menyakiti orang Mukmin lima belas kali lebih besar (dosanya) di sisi Allah daripada merobohkan Ka’bah dan a-Bait al-M’mur”.

Janganlah takut pada siapa pun, baik jin, manusia, maupun malaikat. Jangan takut pula pada apa pun, baik hewan yang berbicara maupun yang diam. Jangan takut dengan penderitaan dunia, dan jangan takut pula dengan siksa akhirat, akan tetapi takutlah pada Sang Pemberi azab siksaan. Yang menurunkan penyakit adalah juga yang menurunkan obat. Tentu saja, ia pula yang lebih mengerti tentang kemaslahatan daripada selainnya. Jangan kecam Allah ‘Azza wa Jalla’dalam segala tindakan-Nya (fi’l. Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Dia akan merampasnya (ikhtiar dan duniawinya), jika memang ia bersabar (menghadapinya), maka Dia akan mengangkat (derajat)nya, membaguskan (taraf kehidupannya), memberinya (anugerah), dan membuatnya kaya.

Hal itu pulalah yang terjadi pada diri nabi-nabi Allah. Mohonlah pertolongan kepada Allah dalam menghadapi musuh-musuh umat. Si pemenang adalah orang yang bersabar menghadapinya, dan si pecundang adalah orang yang menyerah pada mereka. Kaum (saleh) tidak memiliki obat keceriaan bagi mendung kesedihan mereka, juga tidak meletakkan beban mereka, dan tidak pula memiliki permata kasih di mata mereka serta hiburan bagi musibah mereka, hingga mereka bertemu Tuhan mereka. Pertemuan kaum saleh dengan Tuhannya meliputi dua jenis; pertama, pertemuan di dunia, yaitu melalui hati dan nurani kaum saleh, dan ini termasuk jarang terjadi. Kedua, pertemuan di Akhirat. Kaum saleh baru bisa merasakan kebahagiaan dan keceriaan setelah bertemu dengan Tuhan mereka, meskipun sebelumnya, musibah (kesedihan) terus menerus menimpanya.

Abdul Qadir al-Jailani pernah berkata, “Cegahlah nafsu dari syahwat kesenangan dan kelezatan. Berilah dia makanan yang suci tanpa najis. Makanan yang suci adalah makanan yang halal. Adapun makanan yang najis adalah haram. Berilah dia sarapan yang halal hingga dia tidak menjadi sombong, tinggi hati, dan kurang ajar. Ya Allah, kenalkanlah kami dengan-Mu, hingga kami mengenal-Mu”. Amin.

Katakan tidak untuk bergosip

"Eh...eh....lo taw ga seeeh.....si itu kan bgini bgini bgini lho...." dan banyak lagi kalimat2 sejenis yg mungkin sering kita dengar ataw bahkan ucapkan yg berbau/mengarah kpada pembicaraan ttg brita/gosip mengenai org lain ; baik itu seleb...gebetan/pacar...orang2yg kita kenal....sampe org2 yg ga/blm kita kenal.

Mungkin bagi kita yg tidak menyukai kgiatan bergunjing/bergosip seperti itu bertanya2 kenapa banyak banget orang2 yg malah suka bgt hal2 yg berbau gossip sperti itu.... yaaa... mungkin slain krn sudah sangat terbiyasa

dengan hal itu dan kurang memahami ttg agama,mungkin karna mereka juga manusia yg sangat bisa terpengaruh oleh ligkungan sekitarnya....misalnya kalo seseorang bergaul dengan orang2 yg seluruhnya sangat mengemari hal2 sperti itu , walawpun pada awalnya ia tidak menyukai hal tsb , tapi sangat mungkin dkemudian hari ia pun akan ikut2 menyukai hal2/kegiyatan2 seperti itu...

Slain itu , Media pun sbenarnya menjadi salah satu pnyebab kenapa gosip/ghibah menjadi seperti sudah sangat mem-budaya.... Liat aja contohnya ; mulay dari banyak banget layanan2 sms yg menyediakan jasa memberikan gossip/kabar terbaru dr para seleb...halaman2 majalah/tabloid yg di isi dengan issue2 murahan plus ga penting ttg para seleb...dtambah lg,mulay dr pagi sampe sore,banyak media pertelevisian n radio yg menyajikan gossip mengenai selebritis baik itu seleb luar mawpun seleb dlm negri sendiri padahal jelas2 it hal2 yg tdk berbobot , hanya mnambah dosa dan membuang2 waktu...

Kenapa bergosip alias bergunjing alias berghibah itu tidak berbobot...? Ya iyaaaalaaaah.... Emang apa manfaatnya bagi kita? Apa itu akan menjadi salah satu soal yg kluar pada saat kita tes/ujian/ulangan? Apa dengan kita taw gosip terbaru itu membuat ilmu pngetahuan kita bertambah luas? lagipula...daripada banyak pngetahuan tentang gosip2 gitu,mendingan banyak pngetahuan tentang hal2 yg lebih berguna seperti apa aja yg udah tjadi dgn bangsa ini slm sekian kurun waktu ataw tau perkembangan ekonomi,teknologi,politik,dll di dalam negri n di luar negri atawpun hal2 positip lainya.

Terus...kok bergosip alias bergunjing alias berghibah itu bisa menambah dosa...?? yaaa....soalnya kan bergunjing itu byasanya ga cukup cuman satu kali....n byasanya kita akan terus menerus bergunjing n jadi terbiyasa dengan itu sampe2 kita sendiri juga ga sadar bahwa yg kita lakukan itu sdh termasuk bergunjing.... and dengan begitu...walawpun misalnya dosa ghibah itu termasuk dosa kecil pun , karna dlakukan berulang-ulang kali.... sangat mungkin dosa yg dtimbulkanya jauh lebih besar daripada dosa yg dtimbulkan karna kita mlakukan dosa besar satu kali .

Slain itu , Firman allah dlm q.s al-hujurat ; 12 ttg larangan berghibah :
"hai org2 yg beriman, jauhilah kbanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari kesalahan org lain , dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yg lain . suka-kah kalian memakan daging saudaranya yg sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya . dan bertakwalah kepada allah . sesungguhnya allah maha penerima tobat . "

Slain itu,mnurut Yusuf Qardhawi dalam "halal dan haram dalam islam" , Ghibah adalah keinginan untuk menghancurkan orang, suatu keinginan untuk menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain, sedang mereka itu tidak ada di hadapannya. Ini menunjukkan kelicikannya, sebab sama dengan menusuk dari belakang. Sikap semacam ini salah satu bentuk daripada penghancuran. Sebab ini berarti melawan orang yang tidak berdaya. Ghibah disebut juga suatu ajakan merusak, sebab sedikit sekali orang yang lidahnya dapat selamat dari cela dan cerca.

Terus , Kenapa bergosip alias bergunjing alias berghibah itu membuang-buang waktu?

Karena ga ada manfaatnya sama sekali bagi kita... misalnya ada seleb yg digosipin cinlok sama lawan maenya dlm swatu film.... So what? Lha yg jatuh cinta dia , kok qt yg repot...? Trs...misalnya seorang temen mengatakan "eh...si itu tuh bgini bgini dan bgini" so...?? Kalo emang bener dia gt kenapa n kalo ternyata dia ga bgitu juga kenapa...?? Ngapain harus ngabisin waktu untuk hal2 yg sia2 seperti itu...apalagi kalo pake acara nyempein/ngaduin org yg ngomong itu ke org yg djadikan bahan omonganya itu...itu sama saja dengan ngadu domba...! ataw kalo kita udah pake acara nyebarin brita/gossip ke org2 n ternyata tuh gosip salah.....ya....bisa2 kita ga sadar bahwa itu sudah bukan hanya ghibah aja tapi juga sudah jadi suuzon ataw bahkan pitnah and itu termasuk dosa besar.

So... ngapain ngabisin waktu untuk bergosip/berggunjing...?slain hal2 spt itu ga berbobot , mnimbulkan dosa n buang2 waktu, itu juga bisa membuat imej yang ga bagus tentang kita.... yaa....kecuali kalo udah sangat terbiyasa dengan imej "bigos" alias biang gosip ataw perumpi/penggosip dan ga menganggap imej seperti itu adalah imej yg memalukan/ga bagus....

And dengan menghindari dr hal2 yg ga berguna sperti bergosip/bergunjing spt itu ,slain dpt menghindarkan diri dari mlakukan dosa besar , smoga aja allah menggolongkan kita pada golongan org2 yg menjauh dr perkara2/hal2 ga berguna yg dsayangi oleh allah pluz di rindu surga....

So,say no to bergossip right now....!! kalo bukan skarang , kapan lagi....? jangan sampe kita baru berpikir untuk berhenti mlakukan dosa stelah kita melihat malaikat izrail hendak mencabut nyawa kita.....

------
ailovyu88@yahoo.com

Gurau dan Canda Rasulullah SAW

Rasulullah SAW bergaul dengan semua orang. Baginda menerima hamba, orang buta, dan anak-anak. Baginda bergurau dengan anak kecil, bermain-main dengan mereka, bersenda gurau dengan orang tua. Akan tetapi Baginda tidak berkata kecuali yang benar saja.
Suatu hari seorang perempuan datang kepada beliau lalu berkata,
"Ya Rasulullah! Naikkan saya ke atas unta", katanya.
"Aku akan naikkan engkau ke atas anak unta", kata Rasulullah SAW.
"Ia tidak mampu", kata perempuan itu.
"Tidak, aku akan naikkan engkau ke atas anak unta".
"Ia tidak mampu".
Para sahabat yang berada di situ berkata,
"bukankah unta itu juga anak unta?"
Datang seorang perempuan lain, dia memberitahu Rasulullah SAW,
"Ya Rasulullah, suamiku jatuh sakit. Dia memanggilmu".
"Semoga suamimu yang dalam matanya putih", kata Rasulullah SAW.
Perempuan itu kembali ke rumahnya. Dan dia pun membuka mata suaminya. Suaminya bertanya dengan keheranan, "kenapa kamu ini?".
"Rasulullah memberitahu bahwa dalam matamu putih", kata istrinya menerangkan. "Bukankah semua mata ada warna putih?" kata suaminya.
Seorang perempuan lain berkata kepada Rasulullah SAW,
"Ya Rasulullah, doakanlah kepada Allah agar aku dimasukkan ke dalam syurga". "Wahai ummi fulan, syurga tidak dimasuki oleh orang tua".
Perempuan itu lalu menangis.
Rasulullah menjelaskan, "tidakkah kamu membaca firman Allah ini,

Serta kami telah menciptakan istri-istri mereka dengan ciptaan istimewa, serta kami jadikan mereka senantiasa perawan (yang tidak pernah disentuh), yang tetap mencintai jodohnya, serta yang sebaya umurnya".

Para sahabat Rasulullah SAW suka tertawa tapi iman di dalam hati mereka bagai gunung yang teguh. Na'im adalah seorang sahabat yang paling suka bergurau dan tertawa. Mendengar kata-kata dan melihat gelagatnya, Rasulullah turut tersenyum.


sumber : File 1001 KisahTeladan by Heksa


Harapan di tengah Fitnah Akhir Zaman

Judul tulisan ini berkenaan dengan salah satu Rukun Iman yaitu iman pada Hari Akhir. Karena keimanan kita pada hari akhir termasuk di dalamnya adalah mengimani pada berbagai tanda yang akan menyertainya. Untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai hal tersebut tiada sumber lain kecuali dari Al Quran dan Hadits Rasululloh Saw. Hari Kiamat (akhir zaman) yang merupakan salah satu fase dari Hari Akhir, kapan waktu terjadinya, tiada seorang makhlukpun yang mengetahuinya kecuali hanya Alloh Swt sendiri:
- Dalam Al Quran Surat Al A’raf (7) ayat 187 Alloh Swt berfirman:

“Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Rabbku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui"

- Dalam Hadits Riwayat Muslim dan Ibnu Majah, ditegaskan bahwa Malaikat Jibril-pun tidak mengetahuinya dengan mengatakan: “Yang ditanya tentang kiamat tidak lebih tahu daripada yang bertanya”.

- Hanya secara umum ada penjelasan Rasululloh Saw bahwa waktu terjadinya hari kiamat memang sangat dekat. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Sahal bin Saad ra, ia berkata: Aku mendengar Nabi Saw bersabda sambil memberikan isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah: ‘Waktu aku diutus (menjadi rasul) dan waktu hari kiamat adalah seperti ini (mengisyaratkan dekatnya waktu kiamat)’.

Dengan kasih-sayang Alloh Swt pada umat Islam di akhir zaman, Alloh Swt melalui lisan Rasululloh Saw telah memberitahukan bahwa menjelang terjadinya hari kiamat akan terjadi beberapa peristiwa yang merupakan tanda yang akan menyertainya:

- Tanda kiamat pertama adalah diutusnya Nabi Muhammad Saw ;
Sebagaimana yang disebutkan dalam Al Quran dan berbagai hadits, menjelang datangnya akhir zaman, dunia akan dipenuhi dengan berbagai peristiwa yang bersifat fitnah. Fitnah dalam pengertian munculnya berbagai cobaan dan ujian. Alloh Swt memperingatkan kita dalam Al Quran dengan :
“Dan peliharalah dirimu dari siksaan (fitnah) yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Alloh amat keras siksaan-Nya”. (QS. Al Anfal (8): 25).

Sedangkan dalam Hadits banyak disebutkan beraneka jenis fitnah yang akan terjadi. Diantara fitnah-fitnah tersebut adalah:
- "Bersegeralah kalian melakukan amal shalih sebelum datangnya fitnah, dimana fitnah itu seperti potongan-potongan malam yang gelap gulita. Pagi-pagi seorang masih beriman, tetapi di sore hari telah menjadi kafir dan sore hari seseorang masih beriman, kemudian di pagi harinya sudah menjadi kafir" (HR. Muslim: Kitabul Iman no. 269)

- “Tidak akan tiba hari kiamat hingga banyak terjadi gempa bumi" (Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Fitan (XIII/81-82, Al-Fath))

- “Sebagian umatku yang dirahmati, mereka tidak dihisab dan tidak disiksa sama sekali di akhirat, siksa yang pernah dialaminya adalah pembunuhan, gempa dan fitnah-fitnah” (HR. Hakim);

- “Sungguh diantara tanda kiamat adalah....maraknya kematian secara mendadak” (HR. Bukhari).

- Mengenai beberapa tanda kiamat besar sebagaimana yang disebutkan dalam Hadits , terdiri dari 10 tanda yaitu: Keluarnya asap tebal; Munculnya Dajjal; Munculnya binatang melata; Terbitnya matahari dari tempat terbenamnya (Barat); Turunnya ’Isa Ibnu Maryam; Keluarnya Ya’juj dan Ma’juj; Tiga pembenaman bumi di Timur, di Barat, dan di semenanjung Arabia; serta keluarnya api dari Yaman yang akan menghalau manusia sampai ke tempat mereka berhimpun.

- ”Sesungguhnya tidak ada fitnah di muka bumi ini semenjak Alloh menciptakan keturunan Adam sehingga hari kiamat tiba yang lebih besar dari fitnah Dajjal ” (HR. Muslim).

Akan tetapi di tengan terjadinya berbagai gelombang fitnah akhir zaman yang sedang dan akan terjadi, terdapat kemilau harapan adanya sebuah janji dari Alloh Swt yaitu akan berjayanya kembali Islam dan umatnya guna menata kehidupan dunia ke arah yang beradab dan penuh dengan rahmatan lil ‘alamin. Di balik terjadinya berbagai fitnah itu, pada akhirnya umat Islam akan merasakan “happy ending”. Janji itu dapat kita simak dalam Al Quran Surat An Nuur (24) ayat 55 :

“Dan Alloh telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang sholeh bahwa Dia sungguh benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”.

Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir menerangkan bahwa hal tersebut merupakan janji Alloh kepada Rasulullah Saw, bahwa Alloh akan menjadikan umat Nabi Muhammad Saw sebagai para pemimpin di muka bumi ini dan bangsa-bangsa akan tunduk kepada umat Islam.

Adapun penjelasan dalam Hadits mengenai janji Alloh Swt pada umat Nabi Muhammad Saw di akhir zaman yaitu dengan dianugerahkan-Nya “kepemimpinan dan pemimpinnya”.

(a) Anugerah kepemimpinan yang bersifat global
Yaitu akan tegaknya kembali kekhilafahan yang berjalan di atas metode kenabian sebagaimana yang pernah terwujud pada masa Khulafaur-Rasyidin. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut :

”Adalah Masa Kenabian itu ada di tengah tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Alloh, kemudian Alloh mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehandak Alloh. Kemudian Alloh mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adldlon), adanya atas kehendak Alloh. Kemudian Alloh mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong-raja yang memaksa/diktator (Mulkan Jabariyah), adanya atas kehendak Alloh. Kemudian Alloh mengangkatnya, apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).” Kemudian beliau (Nabi) diam.”

Melalui hadits tersebut kita dapat melihat sebuah Grand Design Alloh Swt berkenaan dengan periodisasi pasang surutnya sistem kepemimpinan yang terjadi di kalangan umat Islam yang berlaku sejak masa kenabian Muhammad Saw hingga akhir zaman, dimana Grand Design Alloh Swt tersebut telah, sedang dan akan berlangsung dalam 5 periode:

Periode ke-I : Zaman Kenabian yang dimulai dari masa nubuwah yang berakhir dengan wafatnya Rasulullah Muhammad Saw;
Periode ke-II : Zaman Khilafah Rasyidah (Khulafaur-Rasyidin: Abu Bakr ra; Umar bin Khatab ra; Utsman ra, Ali ra);
Periode ke-III : Zaman kerajaan yang menggigit (mulkan ‘adldlon) yang merupakan zaman fitnah : dimulai sejak Daulah Bani Umayyah hingga berakhirnya Daulah Utsmaniyah (661 M s.d. 1924 M)
Periode ke-IV : Zaman kerajaan diktator (mulkan jabbariyyah): dimulai setelah tumbangnya Daulah Ustamaniyah di Turki tahun 1924.
Periode ke-V : Zaman kekhalifahan yang berjalan di atas cara hidup kenabian (Khilafah rasyidah ‘ala minhajin-nubuwah). Zaman tersebut merupakan periode terakhir yang akan dialami oleh umat Islam di akhir zaman dan setelah itu tidak ada periode sesudahnya, hal ini ditandai dengan diamnya Rasululloh Saw setelah sebelumnya menguraikan secara jelas tahapan periodisasi.

Pergeseran sistem itu terus berlangsung, dimana gaya kepemimpinan yang bercorak diktator mulai ditinggalkan oleh manusia karena diangap bertolakbelakang dengan Hak Asasi Manusia (HAM) hingga pergeserannya pada sistem demokrasi yang kental dengan nilai-nilai sekuler dan liberal sebagai buah dari sistem kapitalisme yang diusung oleh Amerika dan Eropa yang saat ini diterapkan di berbagai negeri di belahan dunia.

Akankah penerapan sistem demokrasi itu merupakan suatu proses dari skenario Alloh dalam mengangkat fase ke-IV yaitu mengakhirinya fase kediktatoran (mulkan jabbariyyah) sebagaimana telah disebutkan melalui hadits di atas, yang kemudian justeru akan menjadi pemicu terhadap sebuah akselerasi masa yang dijanjikan oleh Rasulullah Saw mengenai tegaknya kembali sistem kekhilafahan yang berjalan di atas cara hidup kenabian? Hanya waktu saja yang akan menjawab kemudian, karena hanya Alloh Swt sajalah yang Maha Tahu kapan momentum itu akan terwujud.

Dengan demikian, maka tiadalah periode lainnya yang kita tunggu saat ini selain Periode ke-V yaitu tegaknya kepemimpinan khilafah yang memerintah menurut manhaj nubuwwah yang mengamalkan dan mempopulerkan kembali sunnah Rasul dikalangan umat manusia, karena sejarah telah membuktikan bahwa 4 (empat) Periode sebelumnya yaitu: Periode Kenabian; Periode Khilafah; Periode Kerajaan yang menggigit dan Periode Kerajaan yang diktator telah berlangsung pada rentang sejarah masa lalu. Adapun yang belum terwujud adalah periode terakhir yaitu tegaknya kembali Khilafah yang berdiri di atas manhaj (sistem/jalan) kenabian.
Akan tegaknya kembali sistem kekhilafahan di dunia Islam juga menjadi salah satu point penting dari prediksi yang dilakukan oleh sebuah lembaga di Amerika (NIC). Hal ini terlihat pada sebuah laporan yang dirilis pada Bulan Desember 2004 oleh National Intelligent Council (NIC) yaitu sebuah Dewan Intelejen Nasional Amerika Serikat. Dalam laporan yang berjudul “Mapping the Global Future” tersebut diprediksi empat skenario Dunia pada tahun 2020:
1. Dovod Worl : “Digambarkan bahwa 15 tahun ke depan China dan India akan menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia”.
2. Pax Americana: “Dunia masih dipimpin oleh Amerika Serikat dengan Pax America-nya”.
3. A New Chaliphate: “Berdirinya kembali Khalifah Islam, sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada norma-norma dan nilai- nilai global Barat”.
4. Cycle of Fear : “ ’Munculnya lingkaran ketakutan’, dalam skenario ini respon agresif pada ancaman teroris mengarah pada pelanggaran atas aturan dan sistem keamanan yang berlaku, akibatnya akan lahir dunia ‘Orwellian’ ketika pada masa depan manusia menjadi budak bagi satu dan tiga negara otoriter”.

Beralihnya kendali kepemimpinan dunia ke tangan umat Islam, menjadikan agama Islam akan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

“Urusan (Islam) ini benar-benar akan mencapai apa yang dicapai oleh malam dan siang (yakni seluruh dunia), dan Alloh tidak akan menyisakan sebuah rumah pun di muka bumi ini, baik rumah di kota maupun rumah di desa (penduduk nomaden), kecuali Alloh akan memasukkannya ke dalam agama ini, dengan kemuliaan orang yang mulia atau kehinaan orang yang hina. Kemuliaan yang dengannya Alloh memuliakan Islam dan kehinaan yang dengannya Alloh menghinakan kekafiran” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Al Hakim, Ibnu Mandah dan Ibnu Hiban).

(b) Anugerah lahirnya seorang pemimpin
Yaitu dengan munculnya seorang pemimpin umat Islam se-dunia yang dikenal dengan panggilan Al Mahdi :
“Dari Sa’id Al Khudri ra, dari Nabi Saw berkata: ‘Aku sampaikan kabar gembira kepada kalian dengan datangnya Al Mahdi yang akan diutus (ke tengah-tengah manusia) pada saat terjadinya ikhtilaf (perpecahan) diantara sesama manusia dan terjadinya berbagai macam goncangan/bencana alam (jalajil), dia akan memenuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya bumi dipenuhi dengan penganiayaan dan kezhaliman. Seluruh penduduk langit dan bumi ridho (menyukai) kepadanya, dan dia akan membagi-bagikan harta dengan ‘shihah’. Lalu ada seseorang yang bertanya kepada beliau: ‘Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan shihah? Beliau menjawab: ‘membagi-bagikan harta diantara manusia secara merata’. Dan selanjutnya beliau bersabda, ‘Dan Alloh akan memenuhi hati umat Muhammad Saw dengan kekayaan (kepuasan) dan kelapangan karena keadilannya yang meliputi mereka, sehingga ia memerintahkan kepada seorang penyeru untuk menyeru dan berkata: ‘siapakah yang masih membutuhkan harta?’, maka tidak ada seorangpun yang berdiri meminta kecuali seorang saja. Ia berkata, ‘Saya’. Lalu Al Mahdi berkata: ‘Datanglah kamu kepada penjaga harta (bendahara), dalam satu riwayat disebut khazin, dan katakan kepadanya bahwa Al Mahdi memerintahkanmu untuk memberikan harta (uang) kepadaku.’ Kemudian bendahara itu berkata kepadanya: ‘ambillah harta (dengan cakupan kedua tangan)!’. Sehingga ketika harta itu telah berada pada dirinya maka ia menyesal. Ia berkata: ‘sungguh saya termasuk orang yang paling rakus diantara umat Muhammad Saw atau saya tidak mampu melakukan apa yang mereka lakukan dari menahan diri.’ Kemudian dia berkata: ‘saya akan kembalikan harta ini’, maka beliau (Al Mahdi) tidak menerimanya kembali, dan beliau berkata kepada orang itu: ‘sesungguhnya aku tidak akan mengambil kembali sesuatu yang telah aku berikan’, maka dia menangis dalam keadaan seperti itu. Kondisi (dimana bumi dipenuhi dengan kejujuran dan keadilan) akan terjadi selama 7, 8 atau 9 tahun, kemudian tidak ada kebaikan hidup lagi setelah itu atau dikatakan tidak ada kebaikan kehidupan setelahnya”. (HR. Ahmad; Abu Daud; Hakim;

Abu Ya’la, dalam dalam Kitab ‘Muntakhob Kanzu’l-Ummal, karya Muttaqo Al Hindi, Jilid VI, hlm. 29, juga disebutkan dalam Musnad Ahmad 3:37).
Hadits di atas menjelaskan bahwa Al Mahdi sebagai Khalifatulloh yang akan memimpin umat Islam sedunia akan muncul pada akhir zaman, tepatnya pada saat kondisi terjadinya berbagai perselisihan/perpecahan dan pertikaian sengit di kalangan internal umat Islam . Kondisi kedua yaitu pada saat terjadinya berbagai macam goncangan/bencana alam. Dua kondisi tersebut, merupakan pemicu terhadap akselerasi munculnya Al-Mahdi yang kelak akan menjadi Khalifah (pemimpin) bagi umat Islam.

Kondisi ikhtilaf (perpecahan) serta al-jalajil (berbagai macam goncangan/bencana alam berupa gempa bumi) sebagaimana hadits dari Sa’id Al Khudri ra di atas, maka jika dikonstelasikan dengan keadaan saat ini, sesungguhnya kedua kondisi itu benar-benar telah dan sedang kita rasakan bersama. Perselisihan di kalangan internal umat Islam sering kali terjadi, terlebih dengan munculnya berbagai aliran serta klaim yang mengaku sebagai Nabi. Belum lagi munculnya berbagai kelompok yang mengatasnamakan Islam melalui jaringan yang meng-akali sumber hukum Islam yang sebenarnya telah jelas, seperti Jaringan Islam Liberal (JIL) yang sering kali ulahnya membuat bingung umat Islam.

Demikian pula halnya dengan kondisi perubahan cuaca dan alam, dimana isu gobal warming (pemanasan global) telah menjadi isu utama yang mendunia. Global warming sebagai ekses dari ulah jahat manusia yang telah merusak tatanan keteraturan ekosistem alam berimplikasi besar terhadap meningkatnya intensitas berbagai bencana alam di setiap belahan bumi dimanapun berada baik di darat, laut maupun udara. Sehingga global warming yang terjadi sekarang ini sekaligus merupakan global warning (peringatan menyeluruh) dari Sang Maha Pemilik jagat raya ini, Alloh Swt atas perilaku hamba-hamba-Nya yang telah melampaui batas dalam mengeksploitasi alam ini, terlebih berbagai sikap menentang dan menantang serta menjauhi tuntunan syari’at-Nya, sehingga bukan lagi keberkahan yang turun dari langit serta keluar dari bumi, akan tetapi malapetaka bencana yang datang terus silih berganti.

“Sesungguhnya Al Mahdi adalah seorang manusia biasa yang Alloh muliakan dengan dua sifat, yaitu sifat qiyadah (kepemimpinan global, dimana beliau mampu memimpin dunia) serta sifat hakimiyah (keadilan, dimana supremasi hukum ditegakannya). Alloh memberikan kejernihan hati dan fikiran untuk terwujudnya perdamaian di muka bumi” (HR. Ahmad; Abu Daud; Hakim; Abu Ya’la, dalam Kitab ‘Muntakhob Kanzu’l-Ummal, karya Muttaqo Al Hindi, Jilid VI).

“Seandainya dunia hanya tinggal sehari, Alloh pasti akan memanjangkan hari itu sampai Alloh mengutus seorang laki-laki dariku, atau dari keluargaku, yang namanya sama dengan namaku dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku ”(HR. Ahmad dan HR. Abu Dawud dalam Sunan Abi Daud 11: 370).

Berdasarkan hadits di atas, maka nama Al-Mahdi yang akan menjadi pemimpin umat Islam se dunia yaitu Muhammad bin Abdullah.
Kekhawatiran orang-orang Barat non Muslim akan munculnya seorang pemimpin di kalangan umat Islam dapat kita simak dari ucapan mereka:

- Seorang orientalis Inggeris bernama “Montgomery Watt” yang menulis dalam “London Time” tahun 1968 berkata: “Kalau sudah ditemui seorang pemimpin Islam yang (benar-benar) layak dan cakap dengan keislamannya, kemungkinan besar agama itu akan bangkit kembali, dan merupakan sebuah kekuatan politik yang besar di dunia ini sekali lagi” .
- Mantan PM Israel, “Ben Gurion” pernah berkata: “Sesungguhnya yang paling menakutkan kami ialah kalau di dunia Islam sudah lahir seorang Muhammad baru”.

Selama kepemimpinan Islam nanti, masa-masa keemasan, ketentraman dan sejahtera akan terwujud di muka bumi ini. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits berikut:

- Dari Jabir bin Abdullah ra, berkata: Rasullulah Saw bersabda: "Pada masa terakhir umatku akan ada khalifah yang membagi-bagikan harta dengan tiada terhitung "(Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrathis Sa'ah 18: 38-39).

- Diriwayatkan oleh Haritsah bin Wahab, bahwa dia mendengar Rasulullah Saw bersabda: ”Banyaklah bersedekah, karena manusia akan mengalami suatu masa yang pada saat itu seseorang berjalan membawa sedekahnya, tetapi tidak ada seorangpun yang sudi untuk menerimanya” (HR. Bukhari)

- “Kemudian umatku akan dirahmati, jumlah binatang akan meningkat dan tanah akan menghasilkan berbagai buah-buahan” (Ibn Hajar al-Haythami, Al-Qawl al-Mukhtasar fi `Alamat al-Mahdi al-Muntazar, hal. 26).

- "Alangkah baiknya kehidupan setelah turunnya Isa Al Masih, alangkah baiknya kehidupan setelah turunnya Isa Al Masih. Kepada langit diperkenankan (oleh Alloh) untuk menurunkan hujan. Kepada bumi diperkenankan untuk menumbuhkan tanam-tanaman. Sekiranya engkau menaburkan benih ke atas sebongkah batu, niscaya akan tumbuhlah sebuah tanaman. Pada masa itu tidak ada lagi sikap permusuhan, iri dan kebencian diantara sesama. Seorang laki-laki akan melewati seekor singa tanpa mendapat celaka sedikitpun. Seorang laki-laki akan menginjak (tanpa sengaja) seekor ular tanpa mendapat celaka sedikitpun. Pada masa itu tidak ada lagi sikap permusuhan, iri hati dan kebencian diantara sesama” (HR. Abu Bakar Al-Anbari, Ad-Dailami, Abu Sa’id An-Naqasy dan Ibu Muhib Ath-Thabari. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 3919 dan Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah no. 1926).

- “Setelah Ya’juj Ma’juj pergi, manusia hidup dalam kesenangan yang luar biasa dan dalam kesuburan selama 20 tahun. Sebuah delima harus dibawa oleh dua orang. Satu tandan anggur harus diangkut oleh dua orang. Mereka hidup dalam suasana seperti itu selama 10 tahun. Kemudian Alloh mengirimkan angin semerbak yang tidak membiarkan orang mukmin melainkan ia merenggut nyawanya. Setelah itu tinggallah manusia bergaul (dengan lawan jenisnya) di tempat-tempat umum seperti keledai. Akhirnya Alloh mendatangkan adzab-Nya dan kiamat, sedang perbuatan mereka adalah seperti itu ”.(HR. Al Hafidz Abu Na’im).

Wallohu'alam.

Sholat yang Tidak Diterima

Rasulullah S.A.W. telah bersabda yang bermaksud :
"Sesiapa yang memelihara solat, maka solat itu sebagai cahaya baginya, petunjuk dan jalan selamat dan barangsiapa yang tidak memelihara solat, maka sesungguhnya solat itu tidak menjadi cahaya, dan tidak juga menjadi petunjuk dan jalan selamat baginya." (Tabyinul Mahaarim)
Rasulullah S.A.W telah bersabda bahwa : "10 orang solatnya tidak diterima oleh Allah S.W.T, antaranya :
1. Orang lelaki yang solat sendirian tanpa membaca sesuatu.
2. Orang lelaki yang mengerjakan solat tetapi tidak mengeluarkan zakat.
3. Orang lelaki yang menjadi imam, padahal orang yang menjadi makmum membencinya.
4. Orang lelaki yang melarikan diri.
5. Orang lelaki yang minum arak tanpa mau meninggalkannya (Taubat).
6. Orang perempuan yang suaminya marah kepadanya.
7. Orang perempuan yang mengerjakan solat tanpa memakai tudung.
8. Imam atau pemimpin yang sombong dan zalim menganiaya.
9. Orang yang suka makan riba'.
10. Orang yang solatnya tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan yang keji dan mungkar."
Sabda Rasulullah S.A.W yang bermaksud : "Barang siapa yang solatnya itu tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar, maka sesungguhnya solatnya itu hanya menambahkan kemurkaan Allah S.W.T dan jauh dari Allah."
Hassan r.a berkata : "Kalau solat kamu itu tidak dapat menahan kamu dari melakukan perbuatan mungkar dan keji, maka sesungguhnya kamu dianggap orang yang tidak mengerjakan solat. Dan pada hari kiamat nanti solatmu itu akan dilemparkan semula ke arah mukamu seperti satu bungkusan kain tebal yang buruk."


sumber : File 1001 KisahTeladan by Heksa

Tausiyah Umar bin Khattab

Ad-Dainuri mencatat bahwasannya satu waktu Umar memberi nasehat kepada seorang lelaki dan berkata:

"Jangan sampai (kondisi) orang lain memalingkan perhatianmu dan memperhatikan diri sendiri, karena segala akibat yang akan terjadi menjadi tanggunganmu tanpa melibatkan mereka. Jangan pula kamu menghabiskan waktu seharian hanya dengan berjalan-jalan karena seluruh kegiatamnu itu tercatat rapi Dan bila kami melakukan kesalahan maka susullah ia dengan berbuat kebaikan karena dalam hematku, tak ada sesuatu pun yang lebih cepat menghapus kecuali kebajikan baru terhadap dosa lama." (Kitab A1-Kanz', jilid 8 hal. 208)
AL-Khatib. Ibnu. Asakir dan Ibnu Najjar menriwayatkan dan Said bin Musayyib, ia berkata: "Umar telah benbicara kepada orang, semuanya adalah hikmah.beliau berkata:

Tidaklah lebih baik kamu menghukum seseorang yang bermaksiat kepada Allah karena melibatkan dirimu dibanding kamu taat kepada Allah lantaran orang tersebut. Senantiasalah bersangka baik terhadap saudaramu sehingga datang kepadamu (berita) yang merubah persangkaan itu. Jangan kamu menganggap buruk satu ucapan yang terlontar dari mulut seorang muslim padahal kamu bisa menakwilkan perkataan itu. (dengan tafsiran yang baik).

Barangsiapa yang suka mengundang datangnya tuduhan maka janganlah sekali-kali ia menyesal bila orang lain berburuk sangka padanya. Barangsiapa menyembunyikan rahasianya maka seluruh kebaikan ada dalam genggamannya. Hendaklah kamu mencari kawan yang jujur sebab ia akan membela dan menghiburmu di kala senang dan menjadi bekal dikala sulit. Hendaklah kamu selalu bensikap jujur kendati ia akan membunuhmu.

Janganlah mencampuri urusan yang tidak ada artinya dirimu. Janganlah kamu mengharapkan sesuatu yang tidak ada karena itu hanya akan menyibukanmu. Janganlah kamu sekali-kali meminta kebutuhanmu dari orang yang tidak senang bila barang itu berhasil kamu miliki. Janganlah kamu menganggap remeh sumpah dusta jika kamu tidak ingin dihancurkan oleh Allah. Jangan pula berteman dengan orang fajir sehingga kamu belajar dari kefajirannya. Hindarilah musuhmu dan waspada terhadap kawanmu kecuali yang jujur karena yang jujur takut kepada Allah. Khusyuklah dihadapan kuburan dan hinakanlah dirimu saat taat kepada Allah. Mintalah perlindungan dari maksiat Dan musyawarakanlah urusanmu dengan orang-orang yang takut kepada Allah karena sesungguhnya Dia telah berfirman: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah hanyalah hamba-hamba-Nya yang berilmu" (Kitab, Al-Kanz jilid 8, hal 235)

Dikutip dari Buku Tausiyah Sahabat, Pustaka Imani Jakarta
Sumber: Yayasan Al Haramain



Bagaimana Busana yang Islami?

Apakah hijab (jilbab) merupakan busana yang mutlak atau yang relatif ditentukan oleh tradisi ( 'urf)?

Hijab dalam syariat mempunyai aturan-aturan tertentu yang tidak diabaikan oleh tradisi ( 'urf) .Yaitu, hendaklah wanita menyembunyikan (menutupi) tubuhnya selain wajahnya dan kedua telapak tangannya, dan ia tidak boleh keluar rumah dengan menampakkan perhiasannya dengan gaya berdandan seperti orang-orang Jahiliyah dahulu. Adapun mengenai bagaimana bentuk hijab, dan bagaimana pakaian yang harus dipakainya, maka hal ini kembali kepada 'urf (tradisi) dan kembali kepada wanita sendiri.
Karena itu, busana syar'i (islami) merupakan gaya pakaian yang biasa digunakan di pelbagai negara. Misalnya, orang-orang Arab menggunakan jubah (al-'ihaah), sedangkan orang-orang Parsi (Iran) dan selain mereka memakai cadar panjang yang menutupi kepala sampai kaki (syadur), dan barangkali sebagian mereka menggunakan gaya pakaian syar'i. Semua masalah ini terserah kepada tradisi-tradisi yang dikenal tentang .pemakaian hijab di pelbagai negara Islam.

Apakah menurut Anda terdapat busana hijab yang diutamakan?

Pada hakikatnya kami tidak menemukan busana yang diutamakan, tetapi 'ibaah boleh jadi paling tepat sebagai penutup, karena syadur terkadang menyusahkan wanita dan memerlukan kehati-hatian penuh, yang demikian ini akan menghambat kebebasan bergerak.

Apakah busana yang menampakkan feminin wanita secara seimbang dibenarkan oleh Islam?

Pertanyaan ini sepertinya tidak dapat dijawab, karena masalah yang digelindingkan di dalamnya kabur dan tidak jelas. Apa yang membedakan keseimbangan dengan yang lainnya dalam bidang ini? Sesungguhnya keseimbangan itu relatif dalam pandangan manusia, apa yang dilihat seseorang sebagai sesuatu yang seimbang, boleh jadi akan dilihat orang lain sebagai hal yang keluar dari batas keseimbangan. Ketika kita mempelajari Al-Qur'an berkaitan dengan hal ini, maka kita akan menemukan tiga masalah: masalah perhiasan, masalah berdandan, dan masalah "akan berhasrat orang yang di dalam hatinya ada penyakit". (QS. al-Ahzab: 32)

Ketika pakaian wanita melampaui tiga masalah tersebut, dengan pengertian bahwa ia tidak berupa obyek perhiasan, dan tidak berupa dandanan yang mencolok, serta tidak merangsang syahwat, maka dalam keadaan seperti itu dapatkan dikatakan bahwa hijab (pakaian wanita) itu sesuai dengan ketentuan syariat.

Bagaimana pendapat Islam dengan hijab yang populer dewasa ini?

Boleh jadi ia adalah bentuk dandanan yang dilarang, karena secara material ia memang hijab, tetapi secara maknawi ia bukan hijab.

Apakah Islam mengharamkan pakaian yang sangat halus?

Itu tidak diharamkan, tetapi penggunaan pakaian semacam itu boleh jadi tergolong berlebih-lebihan (israj) dan terlalu mewah.

Apa yang dimaksud dengan pakaian populer (syiyab as- syuhrah)?

Yang dimaksud dengan pakaian populer biasanya adalah pakaian pria yang digunakan oleh wanita, dan sebaliknya. Atau pakaian yang tidak umum, yang menimbulkan banyak perhatian, dan seterusnya.

Mengapa Allah SWT melarang menyerupai pakaian kaum kafir pada setiap zaman?

Islam menginginkan agar manusia pada umumnya menggunakan pakaiannya yang alami, baik yang berhubungan dengan pakaian kaum pria atau pun yang berhubungan dengan pakaian kaum hawa. Dan hendaklah laki-laki tidak berpakaian dengan pakaian perempuan, dan sebaliknya. Demikian juga sehubungan dengan pakaian orang-orang kafir yang merupakan ekspresi dari identitas khusus mereka, karena Islam secara garis besar menginginkan agar kaum Muslim memiliki ciri khas tersendiri melalui pakaian mereka yang membedakan mereka dari kalangan lain (non- Muslim -pent.) .Itu tidak berarti bahwa mereka harus menolak pakaian orang-orang lain. Apabila pakaian orang-orang lain bersifat umum, maka tidak ada masalah untuk menggunakannya. Adapun bila seorang Muslim memakai pakaian orang kafir yang menggambarkan ciri khas si kafir dan ciri khas jati dirinya, maka hal ini tidak dapat dibenarkan.


sumber : pesantrenonline.com


Tuhan-tuhan Triple "Ta"

Ketiga macam "tuhan-tuhan" tersebut di atas sebenarnya sangat dekat hubungannya satu sama lain, karena yang satu akan lebih mudah didapat dengan memperalat yang lainnya, sehingga tepat jika dikatakan "trinita tuhan-tuhan" atau "Tuhan-tuhan tiga ta: harta, takhta, dan wanita". Ketiga "ta" ini adalah tuhan-tandingan yang selalu" disembah manusia dari zaman awal kejadiannya sehingga zaman nanti.
Manusia yang telah memperkembang potensi 'aqal dan rasanya secara seimbang, sehingga mencapai tingkat minimal yang dikehendaki al-Qur'an akan mampu melihat dengan mata dan hatinya, bahwa ketiga "tuhan" tersebut di atas selain mempunyai sifat "kuasa" dan "menyenangkan" juga bersifat mengikat atau membatasi kemerdekaan manusia.

Manusia dengan tingkat kearifan seperti ini, terutama jika jiwanya telah matang dalam mentawhidkan Allah, bisa juga melihat kenyataan, bahwa tuhan tandingan seperti duit, pangkat, dan syahwat itu memang besar sekali manfaatnya, karena bisa menjamin banyak macam kebutuhan manusia. Namun, ia juga menyadari sepenuhnya, bahwa semua tuhan-tuhan tandingan ini tiada yang mutlak nilai kekuasaan dan pengaruhnya.

Secara sederhana bisa terlihat olehnya di dalam kenyataan hidupnya, bahwa banyak pula hal yang sangat penting bagi kebahagiaan manusia yang sejati tidak mungkin diperoleh dengan duit itu. Walaupun duit bisa membeli makanan yang enak-enak, umpamanya, namun duit tak mungkin membeli selera untuk seseorang yang memang sedang patah seleranya akibat sesuatu penyakit.

Duit memang bisa membeli obat, tapi bukan kesehatan. Duit memang bisa dipakai untuk membeli rumah yang indah bagaikan istana, namun tidak akan mampu membeli kebahagiaan suatu rumah tangga yang sakinah (rukun damai). Duit boleh dipakai untuk membeli buku sebanyak sebuah perpustakaan, namun duit tidak akan bisa membuat si pembeli buku menjadi tahu ('alim) akan isi buku-buku itu. Duit memang bisa dipakai untuk membeli perhiasan mewah dan permainan, namun ia tak berdaya menjadikan si pembeli cantik dan gembira oleh perhiasan dan permainan itu.

Pendek kata, hampir semua yang menyebabkan manusia bisa berbahagia, dalam arti kata yang sebenarnya, tidak dapat dibeli dengan duit itu. Oleh karena itu, sejarah kemanusiaan selalu membuktikan bahwa kebanyakan orang kaya (harta) mati dalam kesedihan, terutama jika hatinya tetap gelap tanpa sinaran iman.

Sajak di bawah ini sangat tepat menggambarkan kenyataan tersebut
What money will buy:
A bed but not sleep
Books but not brains
Food but not appetite
Finery but not beauty
A house but not a home
Medicine but not health
Luxuries but not culture
Amusements but not happiness
Religion but not salvation

Takhta dan Penyalahgunaannya

Demikian pula halnya orang yang berpangkat tinggi, karena pangkat itu selalu sebanding dengan kekuasaan atau pengaruh. Apabila kekuasaan yang mengiringi pangkat itu tidak seimbang dengan kekuasaan pengawalnya (control), yang biasanya disebabkan oleh terjadinya hubung-singkat antara kepemimpinan politik dengan kepemimpinan militer, akan mudah sekali menyebabkan pemegang pangkat tersebut menjadi musyrik. Dalam sejarah kemanusiaan sering terbukti, bahwa pemimpin yang mengalami hal tersebut akan menganggap pangkat yang diperolehnya adalah prestasi pribadinya semata, maka mulailah ia mempertuhankan dirinya sendiri. Rakyat yang seyogyanya dipimpinnya, serta negara yang dipercayakan kepadanya akan dianggapnya milik pribadinya. Ingatlah kaisar Perancis, Louis ke-XIV, yang berani berkata: "L'etat, c'est Moi" (Negara, itulah Aku). Louis telah menganggap negara sebagai milik pribadinya.

Tokoh yang sangat populer dalam hal ini dari sejarah kuno, sehingga berulang kali diceritakan di dalam al-Qur'an ialah Fir'aun dari Mesir, dan Namrud dari Mesopotamia. Fir'aun, yang oleh kegagahannya dan keberhasilannya dalam menjayakan negeri Mesir semasa Nabi Musa dilahirkan, telah berani menganggap dirinya paling berkuasa. Rakyat, yang pada mulanya terbius oleh kekaguman akan pemimpin hebat ini menerima saja segala tuntutan Fir'aun.

Akhirnya, Fir'aun menobatkan dirinya menjadi tuhan, atau maharaja, pembuat dan penentu hukum, maka semua keinginan dan titahnya menjadi undang-undang kerajaan Mesir ketika itu. Rakyat akhirnya ditindas oleh Fir'aun, yang sudah mulai menganggap dirinya tidak pernah bersalah. Sesuai dengan "penyakit iblis" yang sangat mudah ditularkan itu, maka rakyat Mesir pun mulai menilai diri mereka sebagai manusia yang lebih mulia dari manusia lain, karena asal usul dan darah mereka. Maka dengan sendirinya, jika ada yang lebih mulia tentu ada pula lawannya, yaitu yang kurang derajatnya.

Orang-orang Yahudi, yang dibawa oleh Nabi Yusuf dan para saudaranya, keturunan Nabi Ya'qub ke Mesir beberapa generasi sebelumnya, telah berkembang dengan subur dan makmur di bawah kebijaksanaan pemerintah raja-raja sebelumnya. Maka rasa iri dan hasad yang timbul di kalangan bangsa Mesir asli menyebabkan mereka tega menindas bangsa Yahudi ini.

Segala pekerjaan yang kotor dan berat ditugaskan hanya untuk dilakukan oleh Yahudi. Bahkan mereka dijadikan hamba bangsa Mesir, yang mesti bekerja tanpa upah. Maka bentuk sosial dan ekonomi Mesir pun berubah menjadi masyarakat yang berkelas-kelas. Akhirnya, Fir'aun dengan dukungan rakyat Mesir asli telah mcngangkat dirinya menjadi tuhan (pembuat dan penentu hukum) bagi negeri Mesir.

Allah melahirkan Musa AS di kalangan bangsa Yahudi, yang sedang tertindas itu. Musa sempat mengecap pendidikan tertinggi ketika itu, yaitu dibesarkan dan diasuh di dalam istana Fir'aun sendiri. Ketika Musa, sesudah menerima wahyu, menyatakan kepada Fir'aun, bahwa tuhan satu-satunya yang benar dan paling berkuasa ialah Allah Pencipta seluruh alam, maka Fir'aun dengan bangganya menjawab: "Aku tidak menyangka, bahwa kalian masih punya tuhan selain diriku." (Q. 28:38).

Pada hakikatnya Fir'aun bukan tidak percaya akan adanya Allah Maha Pencipta langit dan bumi. Ia hanya kejangkitan penyakit, yang sengaja ditularkan oleh iblis, yaitu sombong atau bangga akan keturunan, yang sudah kita kupas dalam bab yang lalu. Fir'aun sebenarnya percaya akan adanya Allah Maha Pencipta, tapi di samping itu ia ingin mempertahankan statusnya sebagai satu-satunya pembuat dan penentu undang-undang (ilah) bagi negeri dan rakyat Mesir, yang sudah berjaya dibangun oleh ayahnya dan dikembangkan olehnya sendiri, dengan menindas dan menghisap darah kaum Yahudi sebagai penyedia tenaga buruh (budak) yang gratis.

Oleh karena itu, konsep TAWHID yang ditawarkan Musa demi menegakkan kembali hak asasi manusia bagi kaum Yahudi ini telah dicemoohkan Fir'aun dan ditolaknya mentah-mentah sampai ia akhirnya ditenggelamkan Allah SWT di laut Merah, ketika sedang mengejar pengungsi Yahudi yang dipimpin Musa AS ini.

Penyakit jiwa yang sama telah dialami juga oleh Namrud ketika ditantang Nabi Ibrahim AS. Namrud juga sempat mengagungkan dirinya sebagai pencipta dan penentu undang-undang, yang bisa dipaksakannya kepada rakyatnya, karena kebetulan rakyat berwatak suka berpikir di dalam bentuk simbol-simbol dan slogan-slogan. Rakyat, yang terdidik berpikir simbolistis dan karenanya mudah percaya kepada tahyul dan klenik ini, diperas oleh Namrud dengan menyediakan patung-patung ciptaan seniman pemahat yang paling unggul, yaitu Azar.

Setiap patung ini menyatakan simbul keagungan bangsa, yang sebenarnya tiada lain melainkan keagungan dan kemegahan (baca: impian) Namrud sendiri. Oleh karena itu, semua patung-patung ini harus diagungkan oleh rakyat dengan menyatakan kepatuhan mereka kepada negara, yang sudah diidentikkan dengan Namrud sendiri. Dengan demikian ia berhasil memakmurkan negerinya dengan memanfa'atkan tenaga rakyat yang murah, sehingga ia bisa menumpuk harta kekayaan yang berlimpah-limpah. Maka tegaklah kekuasaan Namrud yang mutlak, sebagai satu-satunya pembuat dan penentu undang-undang bagi bangsanya.

Allah telah mentaqdirkan Ibrahim AS justru lahir sebagai anak kandung Azar sendiri. Ibrahim AS, sesudah mendapat wahyu dari Allah SWT, mulai mendidik rakyat dengan mendemonstrasikan betapa tidak masuk akalnya penyembahan akan patung-patung yang merupakan simbul keinginan-keinginan Namrud ini. Beliau memenggal kepala patung-patung ini kecuali yang terbesar, dan meletakkan kampak yang dipakainya di tangan patung yang terbesar ini.

Ketika Ibrahim AS diinterogasi di hadapan orang ramai siapa yang memenggal kepala patung-patung itu, maka sambil tersenyum beliau mengatakan: "Kukira si patung besar itu, bukankah di tangannya ada kampak; tanyakanlah kepadanya!" Mendengar jawaban yang cerdik ini rakyat kecil mulai terbuka pikiran mereka, bahwa patung-patung itu sebenarnya tiada berdaya apa-apa, bahkan tak dapat membela dirinya dengan mendustakan tuduhan yang dilemparkan Ibrahim kepadanya. Mereka segera menyatakan: "bukankah dia tidak bisa bicara?"

Tapi justru inilah yang paling ditakuti oleh setiap diktator, yaitu: RAKYAT YANG BISA BERPIKIR DAN BERANI BERBICARA. Maka Namrud merasa rahasia "kesaktiannya", yang selama ini diagungkan oleh rakyat, akan terbuka, jika dialog antara rakyat --yang sudah mulai berpikir dan berbicara ini-- dengan Ibrahim AS diteruskan.

Maka demi menyelamatkan wibawa dan kedudukannya, tanpa memberikan kesempatan akan berlanjutnya dialog antara Ibrahim AS dengan rakyat ini, Namrud segera menjatuhkan hukum dibakar hidup-hidup bagi Ibrahim AS, yang dianggap telah merendahkan wibawa tuhan-tuhan (baca: Namrud dan keluarganya) nan sakti.

Di dalam sejarah kemanusiaan selanjutnya terbukti, bahwa setiap diktator dan maha diraja selalu meletakkan takhtanya di atas segala-galanya. Karena itu nyawa rakyat tidak menjadi perhitungan sama sekali, kecuali jika bersangkutan langsung dengan kelestarian takhta itu. Maka setiap diktator harus mempunyai barisan tentara dan pengawal yang paling kuat serta sangat terlatih dalam menumpas setiap orang yang dianggap akan menyaingi atau menandingi kewibawaannya.

Seorang diktator tidak pernah bisa mentolerir hadirnya penanding wibawanya di dekatnya. Penanding-penanding ini pasti akan disingkirkan atau dimusnahkan sama sekali. Karena itu, ia akan dikelilingi hanya oleh "pendukung-pendukung (penjilat) setia". Pendukung-pendukung ini biasanya mendapatkan imbalan yang lumayan. Imbalan ini biasanya berbentuk bahagian-bahagian kecil dari takhta (atau wewenang yang terbatas) tadi ditambah dengan jumlah yang lumayan dari dua jenis "tuhan" lainnya (harta dan wanita).

Namun sejarah juga telah berkali-kali membuktikan, bahwa akhirnya setiap diktator itu hancur oleh kekuasaan yang telah dibinanya sendiri. Lihat Hitler, Mussolini, Syah Iran, Marcos, Duvalier, dan lain-lain.

Maka setiap manusia yang 'arif pasti akan bisa merasakan, bahwa semua "tuhan" yang populer tadi itu bersifat membelenggu serta membatasi kemerdekaannya. Kemerdekaan, yang merupakan ni'mat Allah satu-satunya yang telah membedakan manusia dengan makhluk lainnya ini, sangatlah mahal jika harus dikorbankan demi mendapatkan "tuhan- tuhan" yang sangat relatfp kekuasaannya ini. Kemerdekaan, bagi manusia seperti ini, merupakan nilai dan hak asasi yang paling mahal. Oleh karena itu, setiap orang yang bisa menghargakan serta mensyukuri ni'mat kemerdekaan pasti tidak akan menggadaikannya kupada "tuhan-tuhan" yang tiga tadi, betapapun cemerlang kelihatannya wibawa dan kemegahan yang mengelilingi ketiganya, konon pula kepada tuhan lain yang jauh lebih lemah dan terbatas kemampuannya.

Statistik

Disqus for Assunnah